Salah satu mimpi saya ketika kelas 3 SD adalah menjadi striker Inter Milan atau Manchester United sekaligus menjadi kapten tim nasional Indonesia. Sebelum tidur, ketika di toilet, ketika sholat, dan di beberapa kesempatan di mana saya bisa melamun, saya selalu membayangkan mencetak banyak gol dan mendapat tepuk tangan puluhan ribu penonton. Biasanya saya akan membayangkan mencetak gol di menit-menit terakhir supaya pertandingan lebih dramatis. Sesekali juga saya mendamprat wasit yang tidak memberikan kartu merah kepada bek yang mencederai kaki saya dengan berteriak “Matamu ning ndi?!” Selepas pertandingan, saya akan mendatangi tribun penonton dan melemparkan kaos yang saya kenakan. Dalam imajinasi itu, saya juga menyiapkan kemungkinan terburuk, kalau gagal ke luar negeri ya menjadi kapten PSIS Semarang sudah lebih dari cukup.
Saya merasa sudah bekerja keras untuk mewujudkan mimpi itu. Setiap sore selepas ashar sampai magrib saya selalu bermain bola di lapangan dekat rumah. Kalau sedang tidak ada yang bermain, saya berlatih sendirian di halaman depan rumah yang hanya seluas lapangan badminton. Oh iya, bolanya bola plastik. Saya sering mencetak gol dengan tendangan pisang ala David Beckham. Kalau cuaca tidak memungkinkan saya bermain sendirian di dalam rumah menggunakan bola kasti. Kelas 5 SD saya sempat bergabung dengan sekolah sepakbola di Salatiga, agak jauh dari rumah. Karena Bapak yang setiap sore mengantar kecapekan, saya disuruh berhenti setelah dua minggu berlatih. Sedih. Setidaknya sudah bisa melihat Bambang Pamungkas sebelum ia bergabung dengan klub di Belanda. Saya pindah ke sekolah sepakbola di dekat rumah.
Kerja keras saja ternyata tidak cukup. Setiap kenaikan kelas di SD maupun SMP saya sadar mimpi-mimpi semacam itu mulai menjauh. Ya sudah. Dalam sepakbola memang harus ada yang bermain, dan ada yang cukup menjadi penonton. Bapak bilang saya lebih cocok jadi pengamat dan penonton sepakbola. Barangkali begitu. Selain bermain, saya memang suka membaca Tabloid Bola dan GO. Di Tabloid Bola, saya beberapa kali iseng mengirimkan tulisan. Biasanya saya menulis lebih dulu. Karena tulisan tangan saya jelek saya lantas minta tolong Bapak untuk menyalin dan mengirimkan ke alamat Bola. Kalau tidak salah ingat nama rubriknya Suara Tifosi. Kelas 2 SMP, tulisan saya pertama kali dimuat dan saya mendapatkan jaket. Sengaja alamatnya saya tulis dengan alamat sekolah biar bisa pamer.
Oh iya. Ketika bermain dan mencetak gol, saya suka menirukan gaya Vincenzo Montella, gaya pesawat terbang dengan merentangkan kedua tangan. Entah kenapa rasanya lepas betul setelah mencetak gol dan bisa merentangkan kedua tangan sambil berlari. Sampai sekarang saya masih suka menggunakan gaya itu. Kalau tidak percaya, silakan datang nanti malam di Lapangan Futsal “Jakal 7” di Jalan Kaliurang. Jam 19.00-21.00. Hehehehe…
– ditulis oleh Wisnu Prasetya Utomo